Ruang
Terbuka Hijau (RTH) memiliki peranan penting dalam mendukung sistem ekologi dan
sosial perkotaan. Jumlah penyediaan, distribusi dan
kemudahan akses merupakan kontributor utama
untuk sosial dan fungsi ekologi di lingkungan perkotaan (Barbosa et al., 2007). Terlihat hubungan antara
kesehatan dengan ruang terbuka hijau. Banyak kebijkan kesehatan lingkup
nasional dan local serta kebijakan perencanaan kota yang menyebutkan efek
positif dari penggunaan ruang terbuka hijau (Aarestrupetal, 2007). Peningkatan penggunaan ruang terbuka hijau diharapkan
mampu meningkatkan kualitas kesehatan dan kesejahteraan warga perkotaan
(Schipperijn et al., 2010). Selain itu kontribusi ruang terbuka hijau
untuk memulihkan pikiran yang letih (Kaplan, 2001),
sumber daya yang melayani untuk aktifitas fisik (Bjork et a.l, 2008),
mengurangi angka kematian dan mengurangi tingkat stress Mitchell and
Popham, 2008), membersihkan udara dan air (Davies et al., 2008 ).
Peningkatan ruang hijau juga menawarkan estetika kenikmatan bagi warga,
kesempatan rekreasi (Chen and Jim, 2008), mempengaruhi kesejahteraan fisik dan psikologis seseorang
(Ulrich et al, 1991; Takano et al., 2002; Jackson, 2003). Pentingnya
ruang terbuka hijau sebagai ekosistem perkotaan, pekerjaan besar telah
dikhususkan untuk meningkatkan lingkungan perkotaan dan meningkatkan warga kualitas hidup melalui
perencanaan ruang terbuka hijau di perkotaan (Erickson,
2006).
Ruang terbuka hijau berkontribusi dalam mengurangi sejumlah
besar polutan udara. Menurut penelitian Shan et al. (2007) penelitian secara kuantitatif dengan pemantauan data Total Suspended Particles (TSP)
secara berkala dari ruang terbuka hijau di Shanghai, Cina membuktikan bahwa
vegetasi pada ruang terbuka hijau dapat mengurangi sejumlah besar TSP.
Berkembanganya daun dan cabang disamping struktur jalur hijau dengan
semak-semak dan pohon-pohon besar dapat memperlambat aliran udara dan untuk
menahan partikulat (Coceal, 2005). Dampak
lingkungan yang dapat mengurangi ruang terbuka hijau adalah urbanisasi (Zhou
and Chen, 2011). Pertumbuhan perkotaan
yang terjadi pada tingkat yang belum pernah terjadi sebelumnya di seluruh dunia
dengan 65% dari populasi diperkirakan
tinggal di daerah perkotaan pada 2025 (Schell
and Ulijaszek, 1999). Sebagian besar dampak lingkungan dari urbanisasi
adalah asosiasi dengan ruang terbuka hijau (Zhou and Chen, 2011). Degradasi ruang terbuka hijau dapat
menghilangkan habitat makhluk hidup, mengurangi keanekaragaman hayati dan
menganggu struktur dan proses ekosistem perkotaan (Breuste et al., 1998 ; Kim and Pauleit, 2007). Ruang terbuka hijau memiliki efek postif pada
infiltrasi dan pemyimpnan air di dalam tanah Beard and Green, 1994),
pegurangan limpasan (Shepherd, 2006; Cheng et al, 2008.
) dan kualitas air tanah (Gross et al., 1990;. Carpenter et al., 1998; Connellan, 2007).
Fungsi dan manfaat ruang terbuka hijau secara signifikan akan bervariasi pada
ukuran, kanopi, dan vegetasi (Van
Herzele and Wiedemann, 2003).
Di Eropa, European
Environment Agency (EEA) merekomendasikan bahwa seseorang harus memiliki
akses ke ruang hijau dengan jarak waktu berjalan 15 menit (Stanners
and Bourdeau, 1995). Bahkan sbuah badan
pemerintahan di Inggris English
Nature
(EN) merekomendasikan seseorang yang hidup di perkotaan harus memiliki akses ke
ruang terbuka hijau kurang dari 300 m dari rumah Handley et al., 2003; Wray et al.,
2005). Di Jepang, sebuah studi efek eksplorasi efek dari intervensi ruang
terbuka hijau telah menunjukkan bahwa ruang
terbuka hijau dapat mempromosikan konsentrasi kortisol lebih rendah,
denyut nadi lebih rendah, tekanan darah lebih rendah, aktivitas saraf parasimpatis
yang lebih besar dan aktivitas saraf simpatik lebih rendah (Park et al., 2007, 2010). Kota Swiss dengan
jumlah penduduk penduduk perkotaan hampir 5.250.000 pada tahun 1997 dan terdiri lebih
dari 70% dari total penduduk telah
menghabiskan milyaran franch swiss pertahun untuk ruang terbuka hijau
manejemen, konservasi, dan pendidikannya (Chiari and Klause, 2004). Menurut Chiari
and Klause (2004) ruang terbuka hijau harus menyediakan fungsi dan tujuan,
antara lain:
a.
Rekreasi dan kesejahteraan;
b.
Estetika;
c.
Alam dan landscape conservation
d.
Kelestarian keanekaragaman hayati
e.
Iklim dan kebersihan
f.
Produksi kayu dan
g.
Produksi makanan
Peneltian Schipperijn et al (2010) di Denmark menunjukkan
bahwa 11.238 responden 66.9% dari 11.238 responden tinggal 300m dari ruang
terbuka hijau, 43% mengunjungi ruang terbuka hijau setiap hari, 91,5%
setidaknya sekali seminggu dan hanya 0,9% yang tidak pernah mengunjungi. Alasan
yang paling penting adalah menikmati dan mendapatkan udara segar. Penelitian
van den berg (2010) menunjukkan bahwa hubungan perihal stress hidup dengan
jumlah keluhan kesehatan dan kesehatan umumnya dirasakan secara signifikan
dimoderatori oleh jumlah ruang terbuka hijau pada radius 3km. Di cina tingkat urbanisasi diperkirakan mencapai 50% dengan
1,5 miliar penduduk perkotaan pada akhir tahun 2020
(Tian et al., 2005). Urbanisasi
yang cepat telah menyebabkan dampak lingkungan yang terkait dengan pengurangan
ruang terbuka hijau. Hasil penelitian menujukkan bahwa baik urbanisasi yang
cepat dan kebijakan penghijauan menyumbang proses dalam perubahan ruang terbuka
hijau (Zhou and Chen, 2011). Penelitian Zhang et al (2011) ruang terbuka hijau memiliki peran posited dalam
mereduksi limpasan air hujan, 2494 meter kubik potensi limpasan berkurang per
hektar pada area hijau dan total volume 154 juta meter kubik air hujan disimpan
di ruang terbuka hijau, yang hampir sesuai dengan kebutuhan air tahunan dari
ekologi lanskap perkotaan di Beijing. Sekitar 70% penduduk
Beijing memanfaatkan ruang hijau terbuka setidaknya sekali seminggu ( Lo dan Jim,
2010 ).
Pohon
yang ada di ruang terbuka hijau mampu menghapus polusi udara gas melalui
penyerapan stomata daun dan penyerapan pada kutikula (Wania and
McLachlan, 2001). Sementara kanopi daun akan mencegat partikulat polutan
udara (Nowak et al., 2006). Vegetasi pada
ruang terbuka hijau di daerah perkotaan diperkirakan akan memodulasi akumulasi PAH pada permukaan tanag
(Tam and Wong,
2008). Tanaman
mampu mengambil tanah PAH ditanggung sehingga mengurangi mereka Kadar PAH dalam tanah ( Gao and Zhu, 2004;
Lin et al., 2007; Watts et al., 2006). Lebih penting lagi,
tanaman mampu menipiskan PAH tanah yang
terkontaminasi PAH dengan menyediakan lingkungan yang kondusif bagi pertumbuhan
dan metabolisme mikroorganisme tanah melalui rilis nutrisi dan enzim dan transportasi oksigen ke
rhizosfer ( Macek et al., 2000). Meskipun PAH bisa
mengalami degradasi fotokimia dan oksidasi kimia, degradasi mikroba sejauh ini
merupakan proses yang paling signifikan dari eliminasi PAH dalam tanah (Haritash and
Kaushik, 2009). Pencegahan
PAH secara langsung ditempatkan di tanah, dicuci dari pohon oleh hujan, dan direduksi
bersama dengan daun jatuh dan ranting. Atmosfir
stagnan dibawah kanopi pohon agaknya akan memperlambat volatilisasi PAH dari
tanah (Cousins et al., 1999). Selanjutnya,
setelah volatilisasi dari tanah di tempat tanaman itu tumbuh, PAH kemudian
dapat diserap kembali oleh tanaman (Collins and
Finnegan, 2010). Tegakan pohon perkotaan oleh karena itu mungkin
memainkan peran penting dalam menentukan
kondisi lingkungan dari PAH, penurunan
udara di lingkugan dan transfer kimia dari
atmosfer ke tanah (McLachlan and
Horstmann, 1998).
Penelitian Peng et al.,
(2012) deposisi
dan akumulasi PAH dalam tanah dipengaruhi secara interaktif oleh sifat
vegetative penutup pada ruang terbuka hijau.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar