Kamis, 29 Maret 2012

Kajian Ruang Terbuka Hijau



            Ruang Terbuka Hijau (RTH) memiliki peranan penting dalam mendukung sistem ekologi dan sosial perkotaan. Jumlah penyediaan, distribusi dan kemudahan akses merupakan kontributor utama  untuk sosial dan fungsi ekologi di lingkungan perkotaan (Barbosa et al., 2007). Terlihat hubungan antara kesehatan dengan ruang terbuka hijau. Banyak kebijkan kesehatan lingkup nasional dan local serta kebijakan perencanaan kota yang menyebutkan efek positif dari penggunaan ruang terbuka hijau (Aarestrupetal, 2007). Peningkatan penggunaan ruang terbuka hijau diharapkan mampu meningkatkan kualitas kesehatan dan kesejahteraan warga perkotaan (Schipperijn et al., 2010).  Selain itu kontribusi ruang terbuka hijau untuk memulihkan pikiran yang letih (Kaplan, 2001), sumber daya yang melayani untuk aktifitas fisik (Bjork et a.l, 2008), mengurangi angka kematian dan mengurangi tingkat stress Mitchell and Popham, 2008), membersihkan udara dan air (Davies et al., 2008 ). Peningkatan ruang hijau juga menawarkan estetika kenikmatan bagi warga, kesempatan rekreasi (Chen and Jim, 2008), mempengaruhi kesejahteraan fisik dan psikologis seseorang (Ulrich et al, 1991; Takano et al., 2002; Jackson, 2003). Pentingnya ruang terbuka hijau sebagai ekosistem perkotaan, pekerjaan besar telah dikhususkan untuk meningkatkan lingkungan perkotaan  dan meningkatkan warga kualitas hidup melalui perencanaan ruang terbuka hijau di perkotaan (Erickson, 2006).
            Ruang terbuka hijau berkontribusi dalam mengurangi sejumlah besar polutan udara. Menurut penelitian Shan et al. (2007) penelitian secara kuantitatif dengan pemantauan data Total Suspended Particles (TSP) secara berkala dari ruang terbuka hijau di Shanghai, Cina membuktikan bahwa vegetasi pada ruang terbuka hijau dapat mengurangi sejumlah besar TSP. Berkembanganya daun dan cabang disamping struktur jalur hijau dengan semak-semak dan pohon-pohon besar dapat memperlambat aliran udara dan untuk menahan partikulat (Coceal, 2005).  Dampak lingkungan yang dapat mengurangi ruang terbuka hijau adalah urbanisasi (Zhou and Chen, 2011). Pertumbuhan perkotaan yang terjadi pada tingkat yang belum pernah terjadi sebelumnya di seluruh dunia  dengan 65% dari populasi diperkirakan tinggal di daerah perkotaan pada 2025 (Schell and Ulijaszek, 1999). Sebagian besar dampak lingkungan dari urbanisasi adalah asosiasi dengan ruang terbuka hijau (Zhou and Chen, 2011). Degradasi ruang terbuka hijau dapat menghilangkan habitat makhluk hidup, mengurangi keanekaragaman hayati dan menganggu struktur dan proses ekosistem perkotaan (Breuste et al., 1998 ; Kim and Pauleit, 2007).  Ruang terbuka hijau memiliki efek postif pada infiltrasi dan pemyimpnan air di dalam tanah Beard and Green, 1994), pegurangan limpasan (Shepherd, 2006; Cheng et al, 2008. ) dan kualitas air tanah (Gross et al., 1990;. Carpenter et al., 1998; Connellan, 2007). Fungsi dan manfaat ruang terbuka hijau secara signifikan akan bervariasi pada ukuran, kanopi, dan vegetasi (Van Herzele and Wiedemann, 2003).
            Di Eropa, European Environment Agency (EEA) merekomendasikan bahwa seseorang harus memiliki akses ke ruang hijau dengan jarak waktu berjalan 15 menit (Stanners and Bourdeau, 1995). Bahkan sbuah badan pemerintahan di Inggris English Nature (EN) merekomendasikan seseorang yang hidup di perkotaan harus memiliki akses ke ruang terbuka hijau kurang dari 300 m dari rumah Handley et al., 2003; Wray et al., 2005).  Di Jepang, sebuah studi efek eksplorasi efek dari intervensi ruang terbuka hijau telah menunjukkan bahwa ruang terbuka hijau dapat  mempromosikan konsentrasi kortisol lebih rendah, denyut nadi lebih rendah, tekanan darah lebih rendah, aktivitas saraf parasimpatis yang lebih besar dan aktivitas saraf simpatik lebih rendah (Park et al., 2007, 2010). Kota Swiss dengan jumlah penduduk penduduk perkotaan hampir  5.250.000 pada tahun 1997 dan terdiri lebih dari 70%  dari total penduduk telah menghabiskan milyaran franch swiss pertahun untuk ruang terbuka hijau manejemen, konservasi, dan pendidikannya (Chiari and Klause, 2004). Menurut Chiari and Klause (2004) ruang terbuka hijau harus menyediakan fungsi dan tujuan, antara lain:
a.       Rekreasi dan kesejahteraan;
b.      Estetika;
c.       Alam dan landscape conservation
d.      Kelestarian keanekaragaman hayati
e.       Iklim dan kebersihan
f.       Produksi kayu dan
g.      Produksi makanan

            Peneltian Schipperijn et al (2010) di Denmark menunjukkan bahwa 11.238 responden 66.9% dari 11.238 responden tinggal 300m dari ruang terbuka hijau, 43% mengunjungi ruang terbuka hijau setiap hari, 91,5% setidaknya sekali seminggu dan hanya 0,9% yang tidak pernah mengunjungi. Alasan yang paling penting adalah menikmati dan mendapatkan udara segar. Penelitian van den berg (2010) menunjukkan bahwa hubungan perihal stress hidup dengan jumlah keluhan kesehatan dan kesehatan umumnya dirasakan secara signifikan dimoderatori oleh jumlah ruang terbuka hijau pada radius 3km. Di cina tingkat urbanisasi diperkirakan  mencapai 50% dengan 1,5 miliar penduduk perkotaan pada akhir tahun 2020 (Tian et al., 2005). Urbanisasi yang cepat telah menyebabkan dampak lingkungan yang terkait dengan pengurangan ruang terbuka hijau. Hasil penelitian menujukkan bahwa baik urbanisasi yang cepat dan kebijakan penghijauan menyumbang proses dalam perubahan ruang terbuka hijau (Zhou and Chen, 2011). Penelitian Zhang et al (2011) ruang terbuka hijau memiliki peran posited dalam mereduksi limpasan air hujan, 2494 meter kubik potensi limpasan berkurang per hektar pada area hijau dan total volume 154 juta meter kubik air hujan disimpan di ruang terbuka hijau, yang hampir sesuai dengan kebutuhan air tahunan dari ekologi lanskap perkotaan di Beijing. Sekitar 70% penduduk Beijing memanfaatkan ruang hijau terbuka setidaknya sekali seminggu ( Lo dan Jim, 2010 ). 
            Pohon yang ada di ruang terbuka hijau mampu menghapus polusi udara gas melalui penyerapan stomata daun dan penyerapan pada kutikula (Wania and McLachlan, 2001). Sementara kanopi daun akan mencegat partikulat polutan udara (Nowak et al., 2006). Vegetasi pada ruang terbuka hijau di daerah perkotaan diperkirakan akan  memodulasi akumulasi PAH pada permukaan tanag (Tam and Wong, 2008). Tanaman mampu mengambil tanah PAH ditanggung sehingga mengurangi mereka  Kadar PAH dalam tanah ( Gao and Zhu, 2004; Lin et al., 2007; Watts et al., 2006). Lebih penting lagi, tanaman mampu menipiskan PAH  tanah yang terkontaminasi PAH dengan menyediakan lingkungan yang kondusif bagi pertumbuhan dan metabolisme mikroorganisme tanah melalui rilis  nutrisi dan enzim dan transportasi oksigen ke rhizosfer ( Macek et al., 2000). Meskipun PAH bisa mengalami degradasi fotokimia dan oksidasi kimia, degradasi mikroba sejauh ini merupakan proses yang paling signifikan dari eliminasi PAH dalam tanah (Haritash and Kaushik, 2009). Pencegahan PAH secara langsung  ditempatkan di tanah, dicuci dari pohon oleh hujan, dan direduksi bersama dengan daun jatuh dan ranting.  Atmosfir stagnan dibawah kanopi pohon agaknya akan memperlambat volatilisasi PAH dari tanah (Cousins et al., 1999). Selanjutnya, setelah volatilisasi dari tanah di tempat tanaman itu tumbuh, PAH kemudian dapat diserap kembali oleh tanaman (Collins and Finnegan, 2010). Tegakan pohon perkotaan oleh karena itu mungkin memainkan  peran penting dalam menentukan kondisi lingkungan dari PAH,  penurunan udara di lingkugan dan transfer kimia  dari atmosfer ke tanah (McLachlan and Horstmann, 1998). Penelitian Peng et al., (2012) deposisi dan akumulasi PAH dalam tanah dipengaruhi secara interaktif oleh sifat vegetative penutup pada ruang terbuka hijau.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar