Fitoremediasi
merupakan proses bioremediasi yang menggunakan berbagai tumbuhan untuk
menghilangkan, memindahkan, dan atau menghancurkan kontaminan dari lingkungan
sehingga menjadi tidak berbahaya. Kontaminan yang dapat berbahaya bagi
lingkungan adalah logam berat. Menurut United States Environmental Protection
Agency (1997) logam berat seperti cadmium, copper, lead, kromium, zink dan
nikel merupakan polutan penting lingkkungan, khususnya pada area dengan tekanan
antropogenik tinggi. Fitoekstraksi atau fitoakmulasi merupakan salah satu
prinsip dari fitoremediasi yang dapat digunakan untuk menghiilangkan kontaminan
dari lingkungan dan konsentrasinya pada bagian tumbuhan yang dapat dipanen.
Proses fitoekstraksi akan ekonomis apabila tumbuhan yang digunakan mampu
mengakumulasi logam berat minimal 1-2%
Metode yang
digunakan pada fitoakumulasi adalah indentifikasi, kultivasi, pemanenan tumbuhan
yang diketahui toleran terhadap kontaminan, Untuk proses agar dapat dilakukan
secara ekonomis, tumbuhan yang dikultivasi harus hiperakumualtor terhadap
kontaminan dan memproduksi biomassa yang besar, faktor lainnya seperti lahu
pertumbuhan, selektivitas elemen, resisten terhadap penyakit, metode panen, dan
disposal. Fitoakumulasi memiliki dua proses penyerapan, yaitu biosorpsi dan
bioakumulasi (Keskinkan et al.,
2003). Tumbuhan yang paling ideal adalah diantaranya spesies dari
famili Brassicacea yaitu Brassica juncea,
genus dari Alyssum dan Thlaspi serta jenis dari rumput-rumputan (Chaudhry et al., 1998). Beberapa tumbuhan air memiliki
kemampuan mengakumulasi logam berat serta menunrukan konsentrasi logam berat
dalam air seperti Eichhornia
crassipes, Ceratophyllum demersum, Thypa sp. dan Scirpus sp.
Azolla merupakan
tumbuhan paku air yang mengapung yang dapat tumbuh pada periaran bersih maupun perairan
limbah. Azolla memiliki produktivitas
biomassa yang tinggi, tinggi dan kapasitas luar biasa dalam elemen konsentrat
mencakup logam berat yang bersifat toksik. Menurut Arora et al., (2006) Azolla merupakan tumbuhan ideal untuk
fitoremediasi air limbah dari kontaminan Cd yang merupakan logam berat sehingga
dapat menyebabkan polutan pada air. Telah banyak penelitian fitoremediasi yang
menggunakan tumbuhan dari genus Azolla.
Azolla filiculoides dapat digunakan untuk menghilangkan Pb(II), Cd(II),
Ni(II) and Zn(II), Azolla filiculoides tumbuh pada Cd(II) dengan
konsentrasi tinggi sehingga dapat mengakumulasi Cd(II). Studi mekanistik
menunjukkan adsorpsi apoplas dan simplas keduanya bertanggung jawab menyimpan
akumulasi keseluruhan dari Pb(II) pada daun Azolla
filiculoide (Benaroya et al., 2004).
Penelitian terbaru (Tan, et al., 2011).menggunakan
Azolla microphylla cv. MH3 and Azolla caroliniana Willd dalam
mengakumulasi Cd(II). Ca(II) berperan sebagai channel dan Zn(II) sebagai
transporter pada Azolla microphylla cv. MH3.
Hasil menunjukkan (gambar1a) tidak ada perbedaan secara nyata pada
biomassa kering kedua tumbuhan pada organ keseluruhan dan dau. Dibandingkan
dengan A. caroliniana Willd, (gambar
1c) akar dari A. microphylla cv. MH3
hampir dua kali lipat biomassa. Pada (gambar 1b) konsentrasi tertinggi Cd(II)
ditemukan pada akar daripada daun dan organ keseluruhan
Ketika kontaminan Cd(II) pada Azolla selama 1 hari setelah desorpsi dengan 5 mM ice-cold CaCl2 selama 40 menit terjadi penurunan kadar Cd pada Azolla disbanding dengan tanpa desorspsi. Hal ini berlaku utuk setiap bagian tumbuhan terutama pada bagian akar. Berdasarkan hasil pengamatan, Cd(II) dalam akar A. caroliniana Willd dan A. microphylla cv. MH3 adalah 1364 dan 1206 µg/g, sementara hanya 60 dan 72 µg/g yang dideteksi pada daun Hasil tersebut menunjukkan bahwa spesies tidak hiperakumulator Cd (II). Sebaliknya, Cd (II) dalam daun tetap tidak berubah setelah desorpsi, menunjukkan bahwa Cd (II) dalam daun itu translokasi dari akar, tetapi tidak langsung diambil oleh dinding sel permukaan daun. Ca(II) sebagai saluran pembendung inhibitor Cd(II) dan juga Ca(II) sebagai channel Cd(II) masuk kedalam A. microphylla cv. MH3. Defisiensi Zn(II) secara signifikan meningkatkan Cd(II). Menurut Aravind and Prasad (2003) adanya Zn (II) dapat mengontrol konsentrsi Cd (II) yang masuk kedalam tumbuhan tidak hanya dalam tingkat intraseluler tetapi juga dengan menggantikan toxic Cd(II) (Tan, et al., 2011).
Ketika kontaminan Cd(II) pada Azolla selama 1 hari setelah desorpsi dengan 5 mM ice-cold CaCl2 selama 40 menit terjadi penurunan kadar Cd pada Azolla disbanding dengan tanpa desorspsi. Hal ini berlaku utuk setiap bagian tumbuhan terutama pada bagian akar. Berdasarkan hasil pengamatan, Cd(II) dalam akar A. caroliniana Willd dan A. microphylla cv. MH3 adalah 1364 dan 1206 µg/g, sementara hanya 60 dan 72 µg/g yang dideteksi pada daun Hasil tersebut menunjukkan bahwa spesies tidak hiperakumulator Cd (II). Sebaliknya, Cd (II) dalam daun tetap tidak berubah setelah desorpsi, menunjukkan bahwa Cd (II) dalam daun itu translokasi dari akar, tetapi tidak langsung diambil oleh dinding sel permukaan daun. Ca(II) sebagai saluran pembendung inhibitor Cd(II) dan juga Ca(II) sebagai channel Cd(II) masuk kedalam A. microphylla cv. MH3. Defisiensi Zn(II) secara signifikan meningkatkan Cd(II). Menurut Aravind and Prasad (2003) adanya Zn (II) dapat mengontrol konsentrsi Cd (II) yang masuk kedalam tumbuhan tidak hanya dalam tingkat intraseluler tetapi juga dengan menggantikan toxic Cd(II) (Tan, et al., 2011).
Selain cadmium, logam berat zinc banyak digunakan dalam dunia industri yang dianggap
sebagai polutan serius bagi lingkungan karena nondegradable ketika dilepaskan
kedalam air. Zinc menyebabkan berbagai masalah bagi lingkungan termasuk
hilangnya vegetasi, pencemaran air tanah, dan logam toksisitas dalam rantai
makanan. Fitoakumulasi merupakan metode remediasi yang ekonomis, dapat
diterapkan dalam jangka panjang, dan memilki aspek ekologis (Rai, 2008).
Fitoakumulasi didasarkan pada kemampuan tumbuhan mengabsorpsi dan mengakumulasi
kontaminan logam berat dalam jaringan dan mengeliminasi logam berat dalam
jumlah tinggi dari air dan air tanah. Proses fitoakumulasi memerlukan absorpsi
logam berat dengan akar dan mentranslokasinhya dalam tunas dan daun (Keskinkan et al.,
2003).
Remediasi Zn menggunakan tumbuhan Lemna gibba paling efisien ketika
konsentrasi Zn rendah dalam air. Hasil memperlihatkan presentase efisiensi tinggi
remediasi logam berat (~71%) ketika hasil penunjukkan awal medium nutrient
sekitar 6 mg/l. Perubahan tidak terjadi secara signifikan ketika medium
nutrient 10 mg/l, 14 mg/l, dan 18 mg/l yaitu 64,23 %, 62,82%, dan 61,35% The BCF (bioconcentration
factor) melingkupi nilai antara 671 and
1678, nilai tertinggi dicapai pada
14.23mg/l selama 7 hari. Hal ini penting
sebagai catatan bahwa tumbuhan menunjukkan pengurangan biomassa ketika tumbuh
dalam air yang terkontaminasi dengan Zn 6.0–18.0 mg tetapi tidak mati dari
fitotoksisitas. Konsentrasi lebih tinggi dari 18.0 mg/l menyebabkan kerusakan
yang dapat dilihat pada tumbuhan mengalami klorosis dan frond dislocation setelah 4 hari diberi perlakuan Zn pada Lemna gibba. Hasil ini menunjukkan bahwa
Lemna gibba merupakan akumulator baik
logam berat Zn dan berpotensi untuk remediasi air berpolutan Zn (Khellaf,
2009).
Ion logam berat ions Cu2 +,
Zn2 +, Mn2 2 +, Fe2 +, Ni2 +, dan
Co2 + merupakan mikronutrien esensial untuk tumbuhan (Kunze et al., 2001). Bagaimanpun, ketika
berada dalam kondisi berlebih, ion logam teresebut bersifat toksik, termasuk
logam berat nonesensial Cd2 +,
Hg2 +, and Pb2 +. Setiap spesies tumbuhan memiliki
tingkatan tolersansi terhadap kontaminan yang berbeda-beda. Tumbuhan memilii
tiga pola dalam menyerap logam berat, yaitu adanya batasan masuknya logam
kedalam tanaman, logam terakumulasi kedalam akar tetapi ada batasan untuk
translokasi ke bagian organ tumbuhan, akumulasi logam berat dibagian organ
tumbuhan tertentu (Kamal
et al., 2004).
Hasil penelitian Kamal et al., (2004) menunjukkan bahwa
tumbuhan Myriophylhum aquaticum,
Ludwigina palustris, dan Mentha
aquatic mampu meremediasi Fe, Zn, Cu, dan Hg
dari air yang terkontaminasi. Selektivitas logam berat untuk tiga spesies
tanaman adalah sama (Hg> Fe> Cu> Zn) Rata-rata efisiensi remediasi untuk tiga spesies tumbuhan adalah masing-masing 99,8%,
76,7%, 41,62%, dan 33,9% dari Hg, Fe, Cu, dan Zn. Tingkat
remediasi seng dan tembaga adalah
konstan (Zn 0,48 mg/l/ hari dan Cu 0,11 mg/l/ hari), sedangkan yang dari besi
dan merkuri bergantung pada konsentrasi kontaminan dari dalam air yang berkisar Fe 7,00-0,41 mg/l/hari dan Hg 0,0787-0,0002
mg/l/hari. Myriophylhum
aquaticum menunjukkan
toleransi toksisitas lebih besar diikuti Mentha
aquatic dan Ludwigina palustris.
Pertumbuhan Ludwigina palustris secara
signifikan dipengaruhi oleh toksisitas logam berat
Myriophylhum aquaticum memiliki
efisiensi remediasi terhadap Zn 34.42%, Cu 42,58%, Fe 73,06% dan Hg 99,97,% Ludwigina palustris memiliki efisiensi remediasi terhadap Zn
32.63%, Cu 44,92%, Fe 63,68% dan Hg
99,74%. Mentha aquatic memiliki
efisiensi remediasi terhadap Zn 34.77%, Cu 30,89%, Fe 92,92% dan Hg 99,9% (Kamal et al.,
2004). Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan dari ketiga tumbuhan,
tumbuhan Mentha aquatic memiliki
kemampuan paling baik dalam meremediasi logam berat Zn sebesar 34.77% dari
konsentrasi awal Zn 28,056. Ludwigina
palustris memiliki kemampuan paling baik dalam meremediasi logam berat Cu
sebesar 44,92% dari konsentrasi awal Cu 5,556. Mentha aquatic memiliki kemampuan paling baik dalam meremediasi
logam berat Fe dan Hg sebesar 92,92% dan 99,99%
dari konsentrasi awal 103,55 dan 0.151.
Fitoakumulasi
tidak hanya menggunakan tanaman air, menurut penelitian Asai et al., (2002) tumbuhan Arabidopsis thaliana memliliki
metabolisme yang mampu mendegradasi coplanar – polychlorinated biphenyls (Co-PCBs) yang bersifat
hodrofobik dan polutan lingkungan yang berbahaya, namun tingkat akumulasi
bergantung pada kadar klorin dan posisi isomer klorin dalam Co-PCB. Brassica
juncea jiga memiliki kemampuan
akumulasi logam berat Pb yang bersifat extremely insoluble. Selain itu Ambrosia
artemisiifilia diidentifikasi merupakan akumulator baik logam berat Pb
(Raskin, 1997)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar