Egois? Pria atau
Wanita?
Mendengar kata egois memang terkesan saling melemparkan,
wanita bilang pria yang egois namun terkadang pria yang memandang bahwa wanita
itu yang egois.
Awal dari sebuah percintaan tak lepas dari sebuah
pendekatan, seperti penerimaan beraneka ragam bentuk perhatian
pria terhadap wanita, dimulai dari sekedara kata “hai” yang kemudian berlanjut
dari “selamat pagi” dilanjutkan dengan “uda makan apa belum” yang sering
ditanyakan berkali-kali, emang ga mikir ya masa cewek makan melulu? Haha…..
Kemudian beranjak kesediaan untuk jalan berdua yaa nonton, makan malam, muter2
kota ga jelas hingga saling berbagi cerita dan canda bersama yang berujung
ucapan “mimpi indah yaa”. Tampakanya memang semua berjalan dengan sempurna
seperti apa yang diharapkan.
Tak sedikit memang yang menunjukkan sebuah kesempurnaan
pedekate “jadian”, namun juga tak
sedikit yang menghasilkan dialog semacam
“Maaf banget, gimana
yaa?
"Kamu uda baik banget sama aku hmmm…..”
"Kamu uda baik banget sama aku hmmm…..”
“Kita lebih enak jadi
temen deh”
“bukannya aku gak suka sama kamu sih, tapi…"
"tapi aku lagi gak pengen pacaran dulu”
“bukannya aku gak suka sama kamu sih, tapi…"
"tapi aku lagi gak pengen pacaran dulu”
“kita lebih enjoy
kayak gini, aku ga mau kehilangan kamu,…..
"Kita temenan aja yaa,
gpp kan?”
Seringkali yg jadi tanda Tanya besar, Mengapa terus
memberikan respon positif dan harapan jika memang tidak tertarik dari awal ?
Lah ini memang sebuah persoalan
Persoalannya nih, apakah wanita mengetahui proses dari ujung
sebuah pendekatan atau memang wanita hanya menyuki perhatian sehingga merasa
ada kenyamanan?
Egois dan Emosional, wanita atau pria? (Cont....)
Hampir semua tindakan atau pemikiran wanita didasarkan atas
apa yang namanya perasaan yang berujung pada keegoisan untuk menuntut atas
dasar perasaan
Wanita akan terus memberikan respon positif juka dirasa itu
ada sebuah kenyamanan sehingga pria akan memberi banyak lagi porsi bentuk
perhatian lebih.
Ada satu lagi nih,
Kebanyakan wanita melarang pacarnya pria untuk berdekatan
atau berteman dengan teman wanitanya, nah loo ini alasannya kenapa coba?
Padahal ketika wanita sudah memiliki pasangan tetapi dia
berteman sangat dekat dengan pria, terkesan terselubung mungkin dari pihak pria
mengetahui karena kerapian seorang
wanita dalam menutupi atau memang si pria tidak ingin tahu akan hal itu.
Namun ketika ada hubungan yang kurang harmonis antara wanita
dan dengan pasangannya. Teman si Wanita
tampaknya sebuah pahlawan dengan baik hatinya selalu berada di waktu dan
tempat dimana ia dibutuhkan. Pria itu memberikan apa yang tidak diberi dari
pasangan wanita itu. Keluhan seperti
“aku capek sana dia”
“dia egois”
“Aku jenuh bosan
“rasanya pgen putus
aja”
Nah….disisi lain, sepertinya hal ini merupakan angin segar
bagi teman si Wanita dengan memainkan perannya sebagai pahlawan dengan
kesolutifanya memberikan nasehat atau makin semangat dengan gerojogan perhatian.
Yaa seperti kata bahasa, Ada maksud dari sebuah tindakan
Ada maksud dari sebuah sosok “kepahlawanan”
Yap……dan akhirnya si wanita beralih ke sebuah sosok dimana
dia merasa mendapatkan apa yg tidak didapat dari pasangannya.
Namun…………..
Tak semua sosok “pahlawan” itu berhasil memerdekakan wanita
dari sebuah penjajahan perasaan dari pasangannya.
Jangankan putus sama pasangannya, terkadang wanita hanya
membutuhkan “kenyamanan jasa” yang diberikan oleh seorang “pahlawan” dan
kemudian melupakan keberadaan seorang “pahlawan” Dan nantinya datang kembali
hanya dengan membutuhkan apa yang tidak didapat wanita dari pasangannya.
Yap…wanita hanya butuh dimana dia merasa nyaman ya salah
satunya dengan perhatian. Dalam hal ini, Wanita merasa dapatkan kenyamanan,
kenyamanan dari pasangannya dan kenyamanan dari sebuah sosok dari seorang “pahlawan”
Wanita tidak kehilangan pacar dan juga tidak kehilangan “pahlawan.”
Merasa nyaman dimanapun dengan satu hati meskipun disisi lain ada salah satu
pihak yang mungkin merasa terluka.
Ironis.....