Sabtu, 31 Maret 2012

Taman Atap Biologi ITS

Berawal dari ujian akhir dari mata kuliah pertamanan tentang membuat beberapa jenis taman. Kami yang terdiri dari dari 5 orang (Dana, Nunung, Luluk, Yayan, dan saya sendiri) memanfaatkan lahan yang berada di "laboratorium astronomi" untuk dimanfaatkan sebagai taman atap. Meskipun kami tidak memiliki basic mengenai landscape tetapi bagi kami hasilnya cukup memuaskan dan membuat beberapa mahasiswa terkejut dengan adanya taman di lahan tersebut. Namun, sayang sekali karena minimnya perawatan sehingga taman atap biologi ITS hanya sekedar numpang lewat.

Gambar 1. Taman Atap Biologi ITS

Jumat, 30 Maret 2012

FITOAKUMULASI LOGAM BERAT

            Fitoremediasi merupakan proses bioremediasi yang menggunakan berbagai tumbuhan untuk menghilangkan, memindahkan, dan atau menghancurkan kontaminan dari lingkungan sehingga menjadi tidak berbahaya. Kontaminan yang dapat berbahaya bagi lingkungan adalah logam berat. Menurut United States Environmental Protection Agency (1997) logam berat seperti cadmium, copper, lead, kromium, zink dan nikel merupakan polutan penting lingkkungan, khususnya pada area dengan tekanan antropogenik tinggi. Fitoekstraksi atau fitoakmulasi merupakan salah satu prinsip dari fitoremediasi yang dapat digunakan untuk menghiilangkan kontaminan dari lingkungan dan konsentrasinya pada bagian tumbuhan yang dapat dipanen. Proses fitoekstraksi akan ekonomis apabila tumbuhan yang digunakan mampu mengakumulasi logam berat minimal 1-2%
            Metode yang digunakan pada fitoakumulasi adalah indentifikasi, kultivasi, pemanenan tumbuhan yang diketahui toleran terhadap kontaminan, Untuk proses agar dapat dilakukan secara ekonomis, tumbuhan yang dikultivasi harus hiperakumualtor terhadap kontaminan dan memproduksi biomassa yang besar, faktor lainnya seperti lahu pertumbuhan, selektivitas elemen, resisten terhadap penyakit, metode panen, dan disposal. Fitoakumulasi memiliki dua proses penyerapan, yaitu biosorpsi dan bioakumulasi (Keskinkan et al., 2003). Tumbuhan yang paling ideal adalah diantaranya spesies dari famili Brassicacea yaitu Brassica juncea, genus dari Alyssum dan Thlaspi serta jenis dari rumput-rumputan (Chaudhry et al., 1998). Beberapa tumbuhan air memiliki kemampuan mengakumulasi logam berat serta menunrukan konsentrasi logam berat dalam air seperti Eichhornia crassipes, Ceratophyllum demersum, Thypa sp. dan Scirpus sp.
            Azolla merupakan tumbuhan paku air yang mengapung yang dapat tumbuh pada periaran bersih maupun perairan limbah. Azolla memiliki produktivitas biomassa yang tinggi, tinggi dan kapasitas luar biasa dalam elemen konsentrat mencakup logam berat yang bersifat toksik. Menurut Arora et al., (2006) Azolla merupakan tumbuhan ideal untuk fitoremediasi air limbah dari kontaminan Cd yang merupakan logam berat sehingga dapat menyebabkan polutan pada air. Telah banyak penelitian fitoremediasi yang menggunakan tumbuhan dari genus Azolla. Azolla filiculoides dapat digunakan untuk menghilangkan Pb(II), Cd(II), Ni(II) and Zn(II), Azolla filiculoides tumbuh pada Cd(II) dengan konsentrasi tinggi sehingga dapat mengakumulasi Cd(II). Studi mekanistik menunjukkan adsorpsi apoplas dan simplas keduanya bertanggung jawab menyimpan akumulasi keseluruhan dari Pb(II) pada daun Azolla filiculoide (Benaroya et al., 2004).
            Penelitian terbaru (Tan, et al., 2011).menggunakan Azolla microphylla cv. MH3 and Azolla caroliniana Willd dalam mengakumulasi Cd(II). Ca(II) berperan sebagai channel dan Zn(II) sebagai transporter pada  Azolla microphylla cv. MH3.  Hasil menunjukkan (gambar1a) tidak ada perbedaan secara nyata pada biomassa kering kedua tumbuhan pada organ keseluruhan dan dau. Dibandingkan dengan A. caroliniana Willd, (gambar 1c) akar dari A. microphylla cv. MH3 hampir dua kali lipat biomassa. Pada (gambar 1b) konsentrasi tertinggi Cd(II) ditemukan pada akar daripada daun dan organ keseluruhan
            Ketika k
ontaminan Cd(II) pada Azolla selama 1 hari setelah  desorpsi dengan 5 mM ice-cold CaCl2 selama 40 menit terjadi penurunan kadar Cd pada Azolla disbanding dengan tanpa desorspsi. Hal ini berlaku utuk setiap bagian tumbuhan terutama pada bagian akar. Berdasarkan hasil pengamatan, Cd(II) dalam akar A. caroliniana Willd dan A. microphylla cv. MH3 adalah 1364 dan 1206 µg/g, sementara hanya 60 dan 72 µg/g yang dideteksi pada daun Hasil tersebut menunjukkan bahwa spesies tidak hiperakumulator Cd (II). Sebaliknya, Cd (II) dalam daun tetap tidak berubah setelah desorpsi, menunjukkan bahwa Cd (II) dalam daun itu translokasi dari akar, tetapi tidak  langsung diambil oleh dinding sel permukaan daun. Ca(II) sebagai saluran pembendung inhibitor Cd(II) dan juga Ca(II) sebagai channel Cd(II) masuk kedalam A. microphylla cv. MH3. Defisiensi Zn(II) secara signifikan meningkatkan  Cd(II).  Menurut Aravind and Prasad (2003) adanya Zn (II) dapat mengontrol konsentrsi Cd (II) yang masuk kedalam tumbuhan tidak hanya dalam tingkat intraseluler tetapi juga dengan menggantikan toxic Cd(II) (Tan, et al., 2011).
            Selain cadmium, logam berat zinc banyak digunakan dalam dunia industri yang dianggap sebagai polutan serius bagi lingkungan karena nondegradable ketika dilepaskan kedalam air. Zinc menyebabkan berbagai masalah bagi lingkungan termasuk hilangnya vegetasi, pencemaran air tanah, dan logam toksisitas dalam rantai makanan. Fitoakumulasi merupakan metode remediasi yang ekonomis, dapat diterapkan dalam jangka panjang, dan memilki aspek ekologis (Rai, 2008). Fitoakumulasi didasarkan pada kemampuan tumbuhan mengabsorpsi dan mengakumulasi kontaminan logam berat dalam jaringan dan mengeliminasi logam berat dalam jumlah tinggi dari air dan air tanah. Proses fitoakumulasi memerlukan absorpsi logam berat dengan akar dan mentranslokasinhya dalam tunas dan daun (Keskinkan et al., 2003).
            Remediasi Zn menggunakan tumbuhan Lemna gibba paling efisien ketika konsentrasi Zn rendah dalam air. Hasil memperlihatkan presentase efisiensi tinggi remediasi logam berat (~71%) ketika hasil penunjukkan awal medium nutrient sekitar 6 mg/l. Perubahan tidak terjadi secara signifikan ketika medium nutrient 10 mg/l, 14 mg/l, dan 18 mg/l yaitu 64,23 %, 62,82%, dan 61,35% The BCF (bioconcentration factor)  melingkupi nilai antara 671 and 1678, nilai  tertinggi dicapai pada 14.23mg/l selama 7 hari.  Hal ini penting sebagai catatan bahwa tumbuhan menunjukkan pengurangan biomassa ketika tumbuh dalam air yang terkontaminasi dengan Zn 6.0–18.0 mg tetapi tidak mati dari fitotoksisitas. Konsentrasi lebih tinggi dari 18.0 mg/l menyebabkan kerusakan yang dapat dilihat pada tumbuhan mengalami klorosis dan frond dislocation setelah 4 hari diberi perlakuan Zn pada Lemna gibba. Hasil ini menunjukkan bahwa Lemna gibba merupakan akumulator baik logam berat Zn dan berpotensi untuk remediasi air berpolutan Zn (Khellaf, 2009).
            Ion logam berat ions Cu2 +, Zn2 +, Mn2 2 +, Fe2 +, Ni2 +, dan Co2 + merupakan mikronutrien esensial untuk tumbuhan (Kunze et al., 2001). Bagaimanpun, ketika berada dalam kondisi berlebih, ion logam teresebut bersifat toksik, termasuk logam berat  nonesensial Cd2 +, Hg2 +, and Pb2 +. Setiap spesies tumbuhan memiliki tingkatan tolersansi terhadap kontaminan yang berbeda-beda. Tumbuhan memilii tiga pola dalam menyerap logam berat, yaitu adanya batasan masuknya logam kedalam tanaman, logam terakumulasi kedalam akar tetapi ada batasan untuk translokasi ke bagian organ tumbuhan, akumulasi logam berat dibagian organ tumbuhan tertentu (Kamal et al., 2004).
            Hasil penelitian Kamal et al., (2004) menunjukkan bahwa tumbuhan Myriophylhum aquaticum, Ludwigina palustris, dan Mentha aquatic mampu meremediasi Fe, Zn, Cu, dan Hg dari air yang terkontaminasi. Selektivitas logam berat untuk tiga spesies tanaman adalah sama (Hg> Fe> Cu> Zn) Rata-rata efisiensi remediasi untuk tiga spesies tumbuhan adalah masing-masing 99,8%, 76,7%, 41,62%, dan 33,9% dari Hg, Fe, Cu, dan Zn. Tingkat remediasi seng dan  tembaga adalah konstan (Zn 0,48 mg/l/ hari dan Cu 0,11 mg/l/ hari), sedangkan yang dari besi dan merkuri bergantung pada konsentrasi kontaminan dari dalam air yang berkisar Fe 7,00-0,41 mg/l/hari dan Hg 0,0787-0,0002 mg/l/hari. Myriophylhum aquaticum menunjukkan toleransi toksisitas lebih besar diikuti Mentha aquatic dan Ludwigina palustris. Pertumbuhan Ludwigina palustris secara signifikan dipengaruhi oleh toksisitas logam berat
            Myriophylhum aquaticum memiliki efisiensi remediasi terhadap Zn 34.42%, Cu 42,58%,  Fe 73,06% dan Hg 99,97,% Ludwigina palustris memiliki efisiensi remediasi terhadap Zn 32.63%, Cu 44,92%,  Fe 63,68% dan Hg 99,74%. Mentha aquatic memiliki efisiensi remediasi terhadap Zn 34.77%, Cu 30,89%,  Fe 92,92% dan Hg 99,9% (Kamal et al., 2004). Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan dari ketiga tumbuhan, tumbuhan Mentha aquatic memiliki kemampuan paling baik dalam meremediasi logam berat Zn sebesar 34.77% dari konsentrasi awal Zn 28,056. Ludwigina palustris memiliki kemampuan paling baik dalam meremediasi logam berat Cu sebesar 44,92% dari konsentrasi awal Cu 5,556. Mentha aquatic memiliki kemampuan paling baik dalam meremediasi logam berat Fe dan Hg sebesar 92,92% dan 99,99%  dari konsentrasi awal 103,55 dan 0.151.
            Fitoakumulasi tidak hanya menggunakan tanaman air, menurut penelitian Asai et al., (2002) tumbuhan Arabidopsis thaliana memliliki metabolisme yang mampu mendegradasi coplanar – polychlorinated biphenyls (Co-PCBs) yang bersifat hodrofobik dan polutan lingkungan yang berbahaya, namun tingkat akumulasi bergantung pada kadar klorin dan posisi isomer klorin dalam Co-PCB. Brassica juncea jiga memiliki kemampuan akumulasi logam berat Pb yang bersifat extremely insoluble. Selain itu Ambrosia artemisiifilia diidentifikasi merupakan akumulator baik logam berat Pb (Raskin, 1997)

Kamis, 29 Maret 2012

Kajian Ruang Terbuka Hijau



            Ruang Terbuka Hijau (RTH) memiliki peranan penting dalam mendukung sistem ekologi dan sosial perkotaan. Jumlah penyediaan, distribusi dan kemudahan akses merupakan kontributor utama  untuk sosial dan fungsi ekologi di lingkungan perkotaan (Barbosa et al., 2007). Terlihat hubungan antara kesehatan dengan ruang terbuka hijau. Banyak kebijkan kesehatan lingkup nasional dan local serta kebijakan perencanaan kota yang menyebutkan efek positif dari penggunaan ruang terbuka hijau (Aarestrupetal, 2007). Peningkatan penggunaan ruang terbuka hijau diharapkan mampu meningkatkan kualitas kesehatan dan kesejahteraan warga perkotaan (Schipperijn et al., 2010).  Selain itu kontribusi ruang terbuka hijau untuk memulihkan pikiran yang letih (Kaplan, 2001), sumber daya yang melayani untuk aktifitas fisik (Bjork et a.l, 2008), mengurangi angka kematian dan mengurangi tingkat stress Mitchell and Popham, 2008), membersihkan udara dan air (Davies et al., 2008 ). Peningkatan ruang hijau juga menawarkan estetika kenikmatan bagi warga, kesempatan rekreasi (Chen and Jim, 2008), mempengaruhi kesejahteraan fisik dan psikologis seseorang (Ulrich et al, 1991; Takano et al., 2002; Jackson, 2003). Pentingnya ruang terbuka hijau sebagai ekosistem perkotaan, pekerjaan besar telah dikhususkan untuk meningkatkan lingkungan perkotaan  dan meningkatkan warga kualitas hidup melalui perencanaan ruang terbuka hijau di perkotaan (Erickson, 2006).
            Ruang terbuka hijau berkontribusi dalam mengurangi sejumlah besar polutan udara. Menurut penelitian Shan et al. (2007) penelitian secara kuantitatif dengan pemantauan data Total Suspended Particles (TSP) secara berkala dari ruang terbuka hijau di Shanghai, Cina membuktikan bahwa vegetasi pada ruang terbuka hijau dapat mengurangi sejumlah besar TSP. Berkembanganya daun dan cabang disamping struktur jalur hijau dengan semak-semak dan pohon-pohon besar dapat memperlambat aliran udara dan untuk menahan partikulat (Coceal, 2005).  Dampak lingkungan yang dapat mengurangi ruang terbuka hijau adalah urbanisasi (Zhou and Chen, 2011). Pertumbuhan perkotaan yang terjadi pada tingkat yang belum pernah terjadi sebelumnya di seluruh dunia  dengan 65% dari populasi diperkirakan tinggal di daerah perkotaan pada 2025 (Schell and Ulijaszek, 1999). Sebagian besar dampak lingkungan dari urbanisasi adalah asosiasi dengan ruang terbuka hijau (Zhou and Chen, 2011). Degradasi ruang terbuka hijau dapat menghilangkan habitat makhluk hidup, mengurangi keanekaragaman hayati dan menganggu struktur dan proses ekosistem perkotaan (Breuste et al., 1998 ; Kim and Pauleit, 2007).  Ruang terbuka hijau memiliki efek postif pada infiltrasi dan pemyimpnan air di dalam tanah Beard and Green, 1994), pegurangan limpasan (Shepherd, 2006; Cheng et al, 2008. ) dan kualitas air tanah (Gross et al., 1990;. Carpenter et al., 1998; Connellan, 2007). Fungsi dan manfaat ruang terbuka hijau secara signifikan akan bervariasi pada ukuran, kanopi, dan vegetasi (Van Herzele and Wiedemann, 2003).
            Di Eropa, European Environment Agency (EEA) merekomendasikan bahwa seseorang harus memiliki akses ke ruang hijau dengan jarak waktu berjalan 15 menit (Stanners and Bourdeau, 1995). Bahkan sbuah badan pemerintahan di Inggris English Nature (EN) merekomendasikan seseorang yang hidup di perkotaan harus memiliki akses ke ruang terbuka hijau kurang dari 300 m dari rumah Handley et al., 2003; Wray et al., 2005).  Di Jepang, sebuah studi efek eksplorasi efek dari intervensi ruang terbuka hijau telah menunjukkan bahwa ruang terbuka hijau dapat  mempromosikan konsentrasi kortisol lebih rendah, denyut nadi lebih rendah, tekanan darah lebih rendah, aktivitas saraf parasimpatis yang lebih besar dan aktivitas saraf simpatik lebih rendah (Park et al., 2007, 2010). Kota Swiss dengan jumlah penduduk penduduk perkotaan hampir  5.250.000 pada tahun 1997 dan terdiri lebih dari 70%  dari total penduduk telah menghabiskan milyaran franch swiss pertahun untuk ruang terbuka hijau manejemen, konservasi, dan pendidikannya (Chiari and Klause, 2004). Menurut Chiari and Klause (2004) ruang terbuka hijau harus menyediakan fungsi dan tujuan, antara lain:
a.       Rekreasi dan kesejahteraan;
b.      Estetika;
c.       Alam dan landscape conservation
d.      Kelestarian keanekaragaman hayati
e.       Iklim dan kebersihan
f.       Produksi kayu dan
g.      Produksi makanan

            Peneltian Schipperijn et al (2010) di Denmark menunjukkan bahwa 11.238 responden 66.9% dari 11.238 responden tinggal 300m dari ruang terbuka hijau, 43% mengunjungi ruang terbuka hijau setiap hari, 91,5% setidaknya sekali seminggu dan hanya 0,9% yang tidak pernah mengunjungi. Alasan yang paling penting adalah menikmati dan mendapatkan udara segar. Penelitian van den berg (2010) menunjukkan bahwa hubungan perihal stress hidup dengan jumlah keluhan kesehatan dan kesehatan umumnya dirasakan secara signifikan dimoderatori oleh jumlah ruang terbuka hijau pada radius 3km. Di cina tingkat urbanisasi diperkirakan  mencapai 50% dengan 1,5 miliar penduduk perkotaan pada akhir tahun 2020 (Tian et al., 2005). Urbanisasi yang cepat telah menyebabkan dampak lingkungan yang terkait dengan pengurangan ruang terbuka hijau. Hasil penelitian menujukkan bahwa baik urbanisasi yang cepat dan kebijakan penghijauan menyumbang proses dalam perubahan ruang terbuka hijau (Zhou and Chen, 2011). Penelitian Zhang et al (2011) ruang terbuka hijau memiliki peran posited dalam mereduksi limpasan air hujan, 2494 meter kubik potensi limpasan berkurang per hektar pada area hijau dan total volume 154 juta meter kubik air hujan disimpan di ruang terbuka hijau, yang hampir sesuai dengan kebutuhan air tahunan dari ekologi lanskap perkotaan di Beijing. Sekitar 70% penduduk Beijing memanfaatkan ruang hijau terbuka setidaknya sekali seminggu ( Lo dan Jim, 2010 ). 
            Pohon yang ada di ruang terbuka hijau mampu menghapus polusi udara gas melalui penyerapan stomata daun dan penyerapan pada kutikula (Wania and McLachlan, 2001). Sementara kanopi daun akan mencegat partikulat polutan udara (Nowak et al., 2006). Vegetasi pada ruang terbuka hijau di daerah perkotaan diperkirakan akan  memodulasi akumulasi PAH pada permukaan tanag (Tam and Wong, 2008). Tanaman mampu mengambil tanah PAH ditanggung sehingga mengurangi mereka  Kadar PAH dalam tanah ( Gao and Zhu, 2004; Lin et al., 2007; Watts et al., 2006). Lebih penting lagi, tanaman mampu menipiskan PAH  tanah yang terkontaminasi PAH dengan menyediakan lingkungan yang kondusif bagi pertumbuhan dan metabolisme mikroorganisme tanah melalui rilis  nutrisi dan enzim dan transportasi oksigen ke rhizosfer ( Macek et al., 2000). Meskipun PAH bisa mengalami degradasi fotokimia dan oksidasi kimia, degradasi mikroba sejauh ini merupakan proses yang paling signifikan dari eliminasi PAH dalam tanah (Haritash and Kaushik, 2009). Pencegahan PAH secara langsung  ditempatkan di tanah, dicuci dari pohon oleh hujan, dan direduksi bersama dengan daun jatuh dan ranting.  Atmosfir stagnan dibawah kanopi pohon agaknya akan memperlambat volatilisasi PAH dari tanah (Cousins et al., 1999). Selanjutnya, setelah volatilisasi dari tanah di tempat tanaman itu tumbuh, PAH kemudian dapat diserap kembali oleh tanaman (Collins and Finnegan, 2010). Tegakan pohon perkotaan oleh karena itu mungkin memainkan  peran penting dalam menentukan kondisi lingkungan dari PAH,  penurunan udara di lingkugan dan transfer kimia  dari atmosfer ke tanah (McLachlan and Horstmann, 1998). Penelitian Peng et al., (2012) deposisi dan akumulasi PAH dalam tanah dipengaruhi secara interaktif oleh sifat vegetative penutup pada ruang terbuka hijau.