Senin, 14 Januari 2013

Egois? Pria atau Wanita?


Egois? Pria atau Wanita? 

Mendengar kata egois memang terkesan saling melemparkan, wanita bilang pria yang egois namun terkadang pria yang memandang bahwa wanita itu yang egois.
Awal dari sebuah percintaan tak lepas dari sebuah pendekatan, seperti penerimaan beraneka ragam bentuk perhatian pria terhadap wanita, dimulai dari sekedara kata “hai” yang kemudian berlanjut dari “selamat pagi” dilanjutkan dengan “uda makan apa belum” yang sering ditanyakan berkali-kali, emang ga mikir ya masa cewek makan melulu? Haha….. Kemudian beranjak kesediaan untuk jalan berdua yaa nonton, makan malam, muter2 kota ga jelas hingga saling berbagi cerita dan canda bersama yang berujung ucapan “mimpi indah yaa”. Tampakanya memang semua berjalan dengan sempurna seperti apa yang diharapkan.

Tak sedikit memang yang menunjukkan sebuah kesempurnaan pedekate  “jadian”, namun juga tak sedikit yang menghasilkan dialog semacam

“Maaf banget, gimana yaa?
"Kamu uda baik banget sama aku hmmm…..”
“Kita lebih enak jadi temen deh”
“bukannya aku gak suka sama kamu sih, tapi…"
"tapi aku lagi gak pengen pacaran dulu”
“kita lebih enjoy kayak gini, aku ga mau kehilangan kamu,…..
"Kita temenan aja yaa, gpp kan?”

Seringkali yg jadi tanda Tanya besar, Mengapa terus memberikan respon positif dan harapan jika memang tidak tertarik dari awal ? Lah ini memang  sebuah persoalan
Persoalannya nih, apakah wanita mengetahui proses dari ujung sebuah pendekatan atau memang wanita hanya menyuki perhatian sehingga merasa ada kenyamanan?


Egois dan Emosional, wanita atau pria? (Cont....)

Hampir semua tindakan atau pemikiran wanita didasarkan atas apa yang namanya perasaan yang berujung pada keegoisan untuk menuntut atas dasar perasaan
Wanita akan terus memberikan respon positif juka dirasa itu ada sebuah kenyamanan sehingga pria akan memberi banyak lagi porsi bentuk perhatian lebih.

Ada satu lagi nih,
Kebanyakan wanita melarang pacarnya pria untuk berdekatan atau berteman dengan teman wanitanya, nah loo ini alasannya kenapa coba?
Padahal ketika wanita sudah memiliki pasangan tetapi dia berteman sangat dekat dengan pria, terkesan terselubung mungkin dari pihak pria  mengetahui karena kerapian seorang wanita dalam menutupi atau memang si pria tidak ingin tahu akan hal itu.
Namun ketika ada hubungan yang kurang harmonis antara wanita dan dengan pasangannya. Teman si Wanita  tampaknya sebuah pahlawan dengan baik hatinya selalu berada di waktu dan tempat dimana ia dibutuhkan. Pria itu memberikan apa yang tidak diberi dari pasangan wanita itu. Keluhan seperti

“aku capek sana dia”
“dia egois”
“Aku jenuh bosan 
“rasanya pgen putus aja

Nah….disisi lain, sepertinya hal ini merupakan angin segar bagi teman si Wanita dengan memainkan perannya sebagai pahlawan dengan kesolutifanya memberikan nasehat atau makin semangat dengan gerojogan perhatian.
Yaa seperti kata bahasa, Ada maksud dari sebuah tindakan
Ada maksud dari sebuah sosok “kepahlawanan”
Yap……dan akhirnya si wanita beralih ke sebuah sosok dimana dia merasa mendapatkan apa yg tidak didapat dari pasangannya.

Namun…………..
Tak semua sosok “pahlawan” itu berhasil memerdekakan wanita dari sebuah penjajahan perasaan dari pasangannya.
Jangankan putus sama pasangannya, terkadang wanita hanya membutuhkan “kenyamanan jasa” yang diberikan oleh seorang “pahlawan” dan kemudian melupakan keberadaan seorang “pahlawan” Dan nantinya datang kembali hanya dengan membutuhkan apa yang tidak didapat wanita dari pasangannya.

Yap…wanita hanya butuh dimana dia merasa nyaman ya salah satunya dengan perhatian. Dalam hal ini, Wanita merasa dapatkan kenyamanan, kenyamanan dari pasangannya dan kenyamanan dari sebuah sosok dari seorang “pahlawan”
Wanita tidak kehilangan pacar dan juga tidak kehilangan “pahlawan.” Merasa nyaman dimanapun dengan satu hati meskipun disisi lain ada salah satu pihak yang mungkin merasa terluka.

Ironis.....